Bentuk rumah kaki seribu adalah

Gundana

KOMPAS.com – Suku Arfak merupakan salah satu suku di Indonesia yang berada di Papua Barat.

Lokasi suku Arfak berada di kaki pegunungan Arfak Papua, tepatnya di kabupaten Manokwari, yang secara geografis terletak di Papua Barat

Penduduk suku Arfat memiliki rumah adat bernama rumah Kaki Seribu atau dikenal Mod Aki Aksa (Igkojei).

Dikutip dari buku Khazanah Negeriku; Mengenal 33 Provinsi di Indonesia (2011) karya Agung Bawantara dan kawan-kawan, salah satu rumah tradisional yang banyak dijumpai di Papua Barat adalah rumah adat milik suku Arfak yang disebut dengan Mod Aki Aksa.

Rumah adat tersebut merupakan rumah panggung yang bahan dasarnya dari kayu dan beratap alang-lang.

Hanya terdapat dua pintu, di depan dan di belakang. Tidak ada jendela sama sekali.

Baca juga: Istana Dalam Loka, Rumah Tradisional NTB

Hal yang unik adalah tiang penyangganya banyak disemua bagian, sehingga orang awam menyebutnya rumah kaki seribu.

Setiap tiangnya memiliki diameter kurang lebih 10 cm dan diatur dengan jarak masing-masing sekitar 30 cm. Sehingga cukup rapat tiang-tiang penyangga tersebut.

Mengapa rumah tersebut tidak memiliki jendela. Karena tujuannya agar rumah tersebut mampu melindungi penghuninya dari serangan binatang buas, cuaca dingin, atau serangan suku lain yang memiliki permusuhan dengan mereka.

Rumah Adat Kaki Seribu umumnya memiliki ukuran 8 x 6 meter. Tinggi panggung saat diukur dari dasar tanah sekitar 1-1,5 meter.

Tinggi puncak atap berkisar antara 4,5-5 meter.

Bahan pembuatan rumah Kaki Seribu

Dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), rumah adat panggung tersebut tidak memiliki penyangga besar yang pada umumnya terletak di bagian sudut-sudut rumah. Namun, begitu banyak tiang sebagai penyangga dari kayu-kayu pohon yang berukuran kecil tersusun sedemikian rapat.

Baca juga: Sejarah Runtuhnya Yugoslavia

Sehingga kolong rumah tidak bisa dimanfaatkan sebagai ruang.

Rumah Kaki Seribu dindingnya terbuat dari kulita pohon butska dan atapnya terbuat dari tumpukan daun pandan.

Lantai rumah terbuat dari pohon batang bambu yang ditata rapi pada lantai.

Fungsi rumah Kaki Seribu

Rumah adat Kaki Seribu pada umumnya dipakai oleh penduduk yang tinggal di daerah pegunungan dan berhawa dingin.

Rumah kaki seribu dibangun dengan fungsi sebagai berikut:

  • Tempat tinggal keluarga
  • Tempat penyimpanan harta benda
  • Tempat berdansa
  • Tempat berkumpulnya anggota keluarga.

Baca juga: Sejarah Perang Dunia I (1914-1918)

Dalam rumah tradisi orang Arfak ada bagian-bagian yang mempunyai fungsi masing-masing yaitu:

  • Lina (anak tangga)
  • Bisai (teras)
  • Kolom rumah
  • Dimbou mem (pintu utama)
  • Tiepou ( ruang yang luas)
  • Beitet (kamar khusus laki-laki)
  • Beigwei (kamar khusus perempuan)
  • Tigkoi si (tempat gantung Noken)
  • Run ti (tempat penyimpan harta benda)
  • Terdapat 2 para-para
  • Ngihim (kamar).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

BACA JUGA:   Wisata bukit minyak kayu putih

Rumah Kaki Seribu

Rumah Kaki Seribu adalah rumah adat asli dari penduduk Suku Arfak yang menetap di Kabupaten Manokwari, Papua Barat.[1]

Rumah adat tersebut dijuluki demikian karena menggunakan banyak tiang penyangga di bawahnya, sehingga jika dilihat memiliki banyak kaki seperti hewan kaki seribu. Sedangkan untuk bagian atapnya dibuat dari daun jerami atau daun sagu. Sementara untuk tiangnya menggunakan kayu, yang terdiri dari kayu berukuran tinggi dan pendek. Fungsi dari tiang kayu tersebut adalah untuk melindungi penduduk dari serangan musuh dan ancaman ilmu hitam. Rumah adar kaki seribu berjenis rumah panggung dan memiliki corak khas Manokwari. Rumah ini dalam bahasa lokal disebut Mod Aki Aksa (Igkojei).[2]

Rumah adat Kaki Seribu pada umumnya dipakai oleh penduduk yang tinggal di daerah pegunungan dan berhawa dingin. Rumah ini dibuat berukuran tinggi untuk menghindari serangan hewan buas. Rumah ini juga tidak memiliki jendela, hal ini dimaksudkan agar suhu di dalam rumah tetap hangat.[3]

Rumah Adat Kaki Seribu merupakan warisan turun-temurun dari penduduk Suku Arfak. Pembangunannya berdasarkan atas filosofi hidup masyarakat lokal, sehingga rumah adat tersebut hanya bisa ditemukan di daerah Kabupaten Pegunungan Arfak dan sekitarnya.[4]

Masyarakat Arfak yang sedang melakukan tari Tumbu Tanah di atas rumah kaki seribu untuk menyambut tamu dari luar.

Rumah Adat Kaki Seribu pada umumnya memiliki ukuran 8 x 6 meter. Tinggi panggung jika diukur dari dasar tanah yaitu sekitar 1 – 1,5 meter. Tinggi puncak atap berkisar antara 4,5 – 5 meter. Untuk tiang terbuat dari kayu berdiameter 10 cm. Tiang – tiang fondasi bangunan rumah adat tersebut memiliki jarak yang sangat dekat antar satu tiang dengan tiang lainnya, yaitu berjarak sekitar 30 cm. Untuk lantai dan dinding, dibuat dari kulit kayu yang dilebarkan dan diikat dengan rapat, lalu dibalut dengan batang – batang kayu yang berukuran lebih kecil. Sedangkan untuk atapnya, dibuat dari daun jerami/ilalang atau sagu yang diikatkan pada penyangga yang juga terbuat dari kayu. Sambungan kayu tiang, lantai, dinding, dan atap diikat dengan menggunakan tali serat rotan dan serat kulit kayu. Dengan demikian kesan yang ditimbulkan adalah kuat dan alami.[5]

Karena Rumah Adat Kaki Seribu tidak memiliki jendela, maka satu-satunya jalan untuk menciptakan sirkulasi udara adalah melewati pintu. Rumah tersebut memiliki dua pintu, yakni pintu depan dan pintu belakang. Isi rumah tidak terbagi menjadi kamar – kamar seperti rumah modern tapi dibagi menjadi dua bagian. Bagian kiri untuk kaum wanita (ngimsi), sedangkan bagian kanan untuk kaum pria (ngimdi). Di dalamnya juga terdapat perapian untuk menghangatkan seisi ruangan. Sama dengan rumah panggung tradisional lainnya, Rumah Adat Kaki Seribu biasanya dihuni oleh beberapa keluarga yang tinggal bersama di dalamnya.[6]

Bagi masyarakat Arfak, Rumah Adat Kaki Seribu merupakan tempat bernaung, mendidik anak dan kegiatan pesta. Terdapat celah – celah di lantai yang memungkinkan udara masuk ke dalam rumah sehingga sirkulasi udara dapat terjaga dengan baik. Di dalamnya terdapat sebuah kolong yang luas untuk dijadikan sebagai kandang ternak. Di suatu bagian khusus terdapat sebuah ruang untuk upacara dan pesta adat. Di bagian tengah rumah tersebut tidak dilapisi dengan kayu, sehingga jika ada pesta berupa tarian bisa dilakukan di atas tanah. Namun pada akhir – akhir ini, keberadaan rumah adat tersebut sudah jarang ditemukan karena banyak orang di kampung itu lebih suka membangun rumah modern yaitu rumah berlantai semen, berdinding batako, beratap seng, dan memiliki jendela.[7]

BACA JUGA:   8 Foto Tempat Wisata Indonesia Ala Jepang

Lihat pula

[

sunting

|

sunting sumber

]

Daftar pustaka

[

sunting

|

sunting sumber

]

Pranala luar

[

sunting

|

sunting sumber

]

Rumah kaki seribu, rumah adat suku arfak Manokwari Papua Barat

Rumah Kaki Seribu, Rumah Adat Suku Arfak dari Papua

GridKids.id – Kids, pernahkah kamu mendengar tentang rumah kaki seribu?

Rumah kaki seribu adalah rumah asli suku arfak yang tinggal di Kabupaten Manokwari, Papua Barat.

Disebut sebagai rumah kaki seribu karena pondasi rumahnya terdiri dari banyak sekali tiang, yang terlihat seperti kaki seribu dari kejauhan.

Bagian atap rumahnya terbuat dari daun jerami dan daun sagu. Untuk tiangnya digunakan kayu yang berukuran tinggi dan pendek yang berfungsi untuk melindungi penghuninya dari serangan musuh berupa ilmu hitam.

Baca Juga: Rumsram yaitu Rumah Adat Papua dari Suku Biak Numfor

Rumah kaki seribu ini dalam bahasa lokal disebut dengan Mod Aki Aksa (Igkojei).

Selanjutnya kamu akan diajak untuk mengenal lebih dekat rumah adat dari suku Arfak ini. Yuk, langsung simak ulasannya berikut ini!

Karakteristik Rumah Kaki Seribu

Rumah kaki seribu berbentuk rumah panggung dengan atap rumah terbuat dari daun jerami atau ilalang, dengan lantainya yang terbuat dari anyaman rotan.

Dinding rumahnya cukup kuat karena dibuat dari kayu yang disusun terikat secara horizontal dan vertikal.

Tinggi rata-ratanya sekitar 4-5 meter dengan luas kurang lebih sekitar 8×6 meter, membuat rumah ini cukup besar dan nyaman untuk dijadikan tempat hunian keluarga.

Baca Juga: Rumah Kariwari, Rumah Adat Papua dan Fungsinya

Tiang-tiang yang disusun dalam jumlah banyak sebagai pondasi rumah memiliki diameter 10 cm, dengan jarak antar tiang sekitar 30 cm.

Hal inilah yang membuat pondasi tampak rapat sehingga terlihat seperti memiliki banyak kaki.

Rumah ini hanya punya dua pintu tanpa jendela. Desain rumah bermaksud sebagai perlindungan dari serangan hewan buas, udara dingin, ancaman badai dan bencana alam yang bisa terjadi sewaktu-waktu.

Karena udara pegunungan yang dingin, desain rumah dibuat tanpa jendela supaya bisa membantu menghalau udara dingin yang berhembus di rumah dengan ketinggian yang lumayan jauh dari permukaan tanah

Perkembangan Rumah Kaki Seribu Kini

Kondisi masyarakat yang masih sering terlibat pertikaian juga menjadi alasan rumah kaki seribu dibangun dengan desain yang unik.

BACA JUGA:   Playground anak di rumah

Seiring perkembangan zaman modern, dibarengi dengan masuknya transmigran dari berbagai provinsi yang ada di Indonesia ke Papua Barat, keberadaan rumah kaki seribu makin jarang bisa ditemukan di kota besar.

Rumah kaki seribu dibangun dengan filosofi hidup masyarakat lokal suku Arfak, sehingga rumah adat ini hanya bisa ditemukan di daerah pegununan arfak dan sekitarnya.

Rumah kaki seribu terdiri dari lina (anak tangga), bisai (Teras), kolom rumah, dimbou mem (pintu utama), tiepou (ruang yang luas), beitet (kamar khusus laki-laki), beigwei (kamar khusus perempuan), run ti (tempat penyimpanan harta benda), dan ngihim (kamar-kamar).

Baca Juga: Mengenal Ebei, Rumah Adat Papua serta Ciri-Cirinya

Itulah, Kids, informasi tentang rumah kaki seribu, rumah adat tradisional suku Arfak yang tinggal di Manokwari, Papua Barat.

Dari suku Arfak kita belajar bahwa manusia harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk tetap bertahan hidup.

—-

Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

 

Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan

Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.

PROMOTED CONTENT

hakimPangkalan Balai – Semua orang pasti tahu yang hewan kaki seribu atau luwing merupakan hewan yang cukup berbahaya. Hal itu seperti kejadian di masyarakat, Kecamatan Muara Padang sejak seminggu terakhir ini diresahkan serangan hewan kaki seribu. Hewan ini menyebabkan kulit anak-anak menjadi melepuh.

Hewan dalam bahasa Jawa Luwing ini muncul disejumlah tempat, tidak hanya dirumah penduduk bahkan bermunculan di sekolah, sehingga membuat masyarakat menjadi resah. kades daya makmur membenarkan jika banyak merebak hewan kaki seribu di desanya. Apalagi selesai hujan dan lembab, hewan itu keluar dari tanah dan masuk kerumah penduduk.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyuasin dr Mgs Hakim Mkes, baru-baru ini, mengatakan, serangan luwing bisa menyebabkan orang kejang-kejang dan pingsan. Hewan kaki seribu ini dapat mengigit manusia jika dirinya dalam keadaan terancam, gigitannya menyebarkan cairan yang cukup beracun yang dihasilkan oleh kalajengking atau kelabang, namun cukup mampu menyebabkan step pada anak-anak.

“Bahayanya luwing (kaki seribu) yang diawali karena gigitan atau sengatan dari hewan itu dapat menyebabkan sesorang terserang demam, akbiat racun menyebar ke pembuluh darah. Jika orang dewasa yang terserang biasanya demam hanya berlangsung lebih dari satu jam saja setelah itu akan hilang dengan sendirinya,” jelasnya.

“Jika anak-anak yang mengalaminya, maka demam akan akan berlangsung cukup lama dan segera diatasi dengan penangan tim kesehatan. Apabila terjadi gigitan atau sengatan dari kaki seribu jangan dibiarkan karena dapat menyebabkan seseorang jatuh pingsan mendadak ketika racun telah menyebar ke pembuluh darah serta jaringan tubuh lainnya,”ungkapnya.

Beliau juga meminta masyarakat yang terkena cairan luwing segera berobat ke puskesmas terdekat, hewan luwing ini cukup ramah pada manusia, namun hewan ini bisa mengigit dan menyengat mengeluarkan racun untuk perlindungan diri apabila merasa terancam. Cairan kaki seribu ini memang membuat alergi kulit seperti kuli melepuh  dan gatal-gatal,”jelasnya.

Also Read

Bagikan: