Bondan winarno wisata kuliner surabaya

Gundana

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Pipin Tri Anjani

TRIBUNJATIM.COM – Meninggalnya Bondan Winarno menyisakkan duka mendalam bagi dunia kuliner Indonesia.

Presenter kuliner Bondan Winarno meninggal dunia pada Rabu (29/11/17) pukul 09.05 WIB di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta.

Bondan WinarnoBondan Winarno (instagram.com/maknyusbw/)

Bondan Winarno meninggal lantaran terkena gagal jantung.

Sosok Bondan Winarno dikenal melalui acara kuliner di beberapa acara televisi swasta.

(Ungkap Kesedihan Meninggalnya Bondan Winarno, Gini Sosok Pakar Kuliner Mak Nyus di Mata Chef Juna)

Jargon ‘Maknyuss’ melekat kepada sosok Bondan Winarno.

Caranya memandu wisata kuliner dan mencicipi berbagai makanan menjadi ciri khasnya.

Bondan Winarno sudah mencicipi beberapa olahan kuliner khas Nusantara.

Di antara sekian olahan kuliner Nusantara, ada beberapa masakan yang menjadi favoritnya.

Dilansir dari Gri.id dan postingan Instagram Bondan Winarno, berikut 6 masakan favorit presenter legendaris ‘Maknyuss’ yang dijamin bikin laper!

1. Pangek Tuna

Pangek Tuna merupakan masakan khas Minang, Sumatra Barat.

Bondan Winarno, 67 tahun, pakar kuliner Indonesia dikabarkan meninggal dunia di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta, Rabu (29/11/2017) pagi.

Arie Parikesit pengamat kuliner Indonesia sekaligus Founder of Kelana Rasa Culinary dalam akun Twitter-nya, @arieparikesit, mengabarkan, “Mendapat berita duka cita yang bikin lemes mendadak, guru dan teman kita semua Pak Bondan Haryo Winarno meninggal dunia tadi pagi jam 9.05 WIB di RS Harapan Kita Jakarta.”

Pria yang terkenal dengan jargon “Maknyus” tersebut diketahui baru saja menjalani operasi jantung.

Jenazah pria kelahiran Surabaya pada 29 April 1950 ini akan dibawa ke rumah duka Jalan Bangsawan Raya Sentul City, Bogor, Rabu siang ini.

Mengutip wikipedia, Bondan Winarno adalah seorang penulis dan wartawan Indonesia dengan berbagai kebisaan. Dia memelopori dan menjadi ketua Jalansutra, suatu komunitas wisata boga yang sangat terkenal di Indonesia. Dia juga menjadi presenter dalam acara kuliner di Trans TV, yaitu Wisata Kuliner. Ia terkenal dengan ungkapannya yaitu “Pokoe maknyus!”, ungkapan ini sering diparodikan dalam suatu kondisi yang nyaman, enak dan lainnya. Selain itu, ia juga mendirikan Kopitiam Oey.(iss/ipg)

Bondan Haryo Winarno (29 April 1950 – 29 November 2017) adalah seorang penulis dan wartawan Indonesia dengan berbagai keahlian. Dia memelopori dan menjadi ketua Jalansutra, suatu komunitas wisata boga yang sangat terkenal di Indonesia. Dia juga menjadi presenter dalam acara kuliner di Trans TV, yaitu Wisata Kuliner. Ia terkenal dengan ungkapannya yaitu “Pokoe maknyus!”, ungkapan ini sering diparodikan dalam suatu kondisi yang nyaman, enak dan lainnya.

Sejarah Hidup

[

sunting

|

sunting sumber

]

Ketika Bondan masih anggota Pramuka dulu, lelaki berkulit cokelat ini aktif dalam aeromodelling. Ketika sudah berkeluarga, ia ikut terjun payung dan menjadi anggota Jakarta Flying Club. Sebenarnya, Bondan juga bercita-cita menjadi penerbang, selain guru dan wartawan. Ibunya ingin Bondan menjadi dokter, atau insinyur. Di Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur, Universitas Diponegoro, Semarang, namun belum sempat selesai, Bondan sudah menjadi fotografer Puspen Hankam di Jakarta hingga tahun 1970. Setelah itu, ia berpindah-pindah kerja, tetapi tetap tidak lepas dari lingkup komunikasi massa. Sempat bertugas sebagai wartawan ke berbagai negeri, antara lain ke Kenya, Afrika. Sebagian pengalamannya dari negeri itu ia tuangkan menjadi cerpen berjudul Gazelle, yang kemudian memenangkan hadiah pertama lomba penulisan cerpen majalah Femina pada tahun 1984.Menulis sudah hampir merupakan kebiasaan bagi Bondan. Ia pun bisa menulis di mana saja, di pesawat udara, di mobil, atau bahkan di toilet. Hasil tulisannya dimuat berbagai penerbitan, misalnya Kompas, Sinar Harapan, dan Tempo. Pada majalah terakhir ini ia secara tetap Bondan mengisi Rubrik Kiat, yaitu kolom pendek soal-soal manajemen, dunia yang juga ia tekuni selama ini.

BACA JUGA:   Wisata Kuliner Bogor Kekinian

Sejak 1960 (umur 9–10 tahun), Bondan menjadi penulis lepas. Ia menulis di berbagai penerbitan seperti Kompas, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Tempo, Mutiara, Asian Wall Street Journal, dan lain-lain. Pada 1984-1987 ia menjadi redaktur kepala majalah SWA. Pada 1987-1994 ia beralih menjadi pengusaha dan menjabat sebagai Presiden Ocean Beauty International, sebuah perusahaan makanan laut yang berbasis di Seattle Washington, Amerika Serikat. Antara 1998-1999 ia menjadi konsultan untuk Bank Dunia di Jakarta, dan setelah itu, hingga 2000 ia menjadi direktur eksekutif dari sebuah organisasi pelestarian lingkungan. Pada 2001-2003 ia menjadi pemimpin redaksi harian Suara Pembaruan.

  • Juru kamera Puspen Hankam (1969-1970)
  • Creative Director Marklin Advertising (1973-1974)
  • Account Executive Intervista (1974)
  • Advertising Manager PT Union Carbide (1975-1979)
  • Sekjen International Advertising Association (1978)
  • Manajer PT Sinar Kasih (1979-1983)
  • Dirut PT Mitra Balita (1983)
  • Pengasuh Rubrik Kiat TEMPO (1984)
  • Wakil Pemimpin Redaksi Majalah Swasembada (1985)
  • Komisaris Independen PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (2009)

Kegiatan sosial

[

sunting

|

sunting sumber

]

Selain berbagai pekerjaan yang pernah dilakukannya, Bondan juga aktif dalam bermacam-macam kegiatan sosial. Ia pernah menjabat sebagai sekretaris jenderal dari International Advertising Association, cabang Indonesia (1981-1986), ketua Indonesia Forum pada 1998 (umur 47–48 tahun), yaitu sebuah konferensi internasional untuk membantu pemulihan Indonesia dari krisis. Pada 1998 ia menjadi salah satu pendiri dari Komite Kemanusiaan Indonesia dan Masyarakat Transparansi Indonesia, dan pada 2002 (umur 51–52 tahun) ia menjadi salah satu pendiri Yayasan Karaton Surakarta. Ia adalah seorang sentanadalem Karaton Surakarta Hadiningrat dengan gelar dan nama Kanjeng Pangeran Mangkudiningrat.

Pada 1967 (umur 16–17 tahun), ia memperoleh Baden Powell Adventure Award ketika menjadi pemimpin regu Indonesia dalam Boy Scouts World Jamboree di Farragut State Park, Idaho, USA. Ketika itu ia juga terpilih sebagai honor guard untuk Lady Olave Baden Powell. Pada 1988 (umur 37–38 tahun) ia memperoleh tanda penghargaan Satyalencana Pembangunan dari pemerintah Republik Indonesia karena jasa-jasanya sebagai ketua pelaksana Phinisi Nusantara yang berlayar dari Jakarta sampai Vancouver dalam rangka Expo 1986.

BACA JUGA:   Tempat Kuliner di Bandung Malam Hari

Tanggal 20 Mei 2014, Bondan meraih penghargaan buku masakan terbaik “Gourmand Awards” pada ajang Gourmand World Cookbook ke-19 di Beijing, Tiongkok, setelah meraih juara pertama lewat karyanya “100 Makanan Tradisional Indoenesia, Mak Nyus” pada kategori bertemakan makanan kaki lima (street food).[1]. Pada 12 April 2018, ia meraih penghargaan seumur hidup (Lifetime Achievement) pada ajang Ubud Food festival 2018, dan diterima oleh keluarganya.[2]

Sebagai penulis

[

sunting

|

sunting sumber

]

Bondan pernah mengarang cerita anak-anak, cerita pendek, novel dan buku-buku tentang manajemen.

  • Satu abad Kartini, 1879-1979: bunga rampai karangan mengenai Kartini (editor) (1979)
  • Neraca tanah air: rekaman lingkungan hidup ’84 (1984)
  • Cafe Opera: kumpulan cerita pendek (1986)
  • Seratus kiat, jurus sukses kaum bisnis (1986)
  • Tantangan jadi peluang: kegagalan dan sukses Pembangunan Jaya selama 25 tahun (1987)
  • Kiat menjadi konglomerat: Pengalaman Grup Jaya (1996)
  • Manajemen transformasi BUMN: pengalaman PT Indosat (1996)
  • Bre X: sebungkah emas di kaki pelangi (1997)
  • Kiat Bondan di Kontan: berpikir strategis di saat krisis (1998)
  • Jalansutra: kumpulan kolom tentang jalan-jalan dan makan-makan di Suara Pembaruan Minggu dan Kompas Cyber Media (2003)
  • Lagu Kebangsaan Indonesia Raya (2003)
  • Belajar tiada henti: biografi Cacuk Sudarijanto ditulis bersama Bondan Winarno (2004)
  • Pada sebuah beranda: 25 cerpen (2005)
  • Puing: sebuah novel kolaborasi (2005)
  • Kerinci-Seblat, tabungan masa depan (penulis naskah) (2002)

Meninggal dunia

[

sunting

|

sunting sumber

]

Bondan meninggal dunia pada tanggal 29 November 2017 sekitar jam 09.00 WIB setelah dua minggu dirawat di Rumah Sakit Harapan Kita akibat kelainan jantung.[3]

Sejarah elektoral

[

sunting

|

sunting sumber

]

Pranala luar

[

sunting

|

sunting sumber

]

Legenda kuliner Indonesia, Bondan Winarno dikabarkan tutup usia pada hari ini, Rabu (29/11) di RS. Harapan Kita, Jakarta. Bondan meninggal di usia 67 tahun, dan seperti dilansir dari Detik.com, Bondan meninggal karena penyakit jantung yang dideritanya. Informasi ini pertama kali muncul di timeline Twitter presenter acara Kelana Rasa, Arie Parikesit.

BACA JUGA:   Pantai asmara gunung kidul

“Mendapat berita duka cita yang bikin lemes mendadak, guru dan teman kita semua Pak Bondan Haryo Winarno meninggal dunia tadi pagi jam 9.05 WIB di RS Harapan Kita Jakarta, jenazah akan dibawa ke rumah duka JL Bangsawan Raya Sentul City siang ini. Mohon doa untuk beliau dan keluarga,” cuit Arie.

Nama Bondan Winarno bukan nama yang asing bagi para pecinta Kuliner Indonesia. Pria kelahiran Surabaya ini kerap kali muncul di layar kaca sebagai pembawa acara “Wisata Kuliner” yang ditayangkan di stasiun televisi Trans TV. Dalam acara itu, Bondan mengadakan perjalanan ke pelosok Indonesia untuk mencicipi makanan khas di berbagai daerah. Dari acara ini pulalah jargon “poko’e maknyooos!” mulai terkenal, hingga kini menjadi kata yang lumrah digunakan oleh masyarakat untuk mengekspresikan nikmatnya makanan yang baru saja dicicipi.

Bicara soal Bondan Winarno tak bisa dilepaskan dari kecintaannya pada sajian kuliner khas nusantara. Dengan pembawaannya yang santai dan sederhana, Bondan kerap kali mendatangi rumah makan-rumah makan yang terletak di pelosok negeri. Dalam salah satu episode Wisata Kuliner di tahun 2014 misalnya, Bondan melakukan perjalanan ke Surabaya, Jawa Timur, untuk mencicipi makanan khas Surabaya, “Sego Sambel mak Yeye” yang berlokasi di jalan Wonokromo. Tempat ini, walaupun ramai dikunjungi pembeli, merupakan warung tenda yang dibangun diatas trotoar di pinggir jalan. Di kesempatan lain, Bondan menepi ke Siduardjo untuk mencicipi Kupang Lontong, makanan tradisional yang terbuat dari kerang, di daerah yang belakangan terkenal dengan wisata lumpurnya itu.

Ada dua kesamaan dari dua lokasi diatas, yaitu tempatnya yang sederhana dan hidangannya yang mempromosikan kuliner lokal. Dua karakteristik inilah yang akhirnya identik dengan nama Bondan Winarno dan petualangan kulinernya. Kunjungan Pak Bondan ke berbagai lokasi kuliner tradisional nusantara ini tidak hanya mempromosikan kembali santapan lokal yang terancam perkembangan zaman, namun juga “menaikkan level” makanan sekelas warung kaki lima yang sederhana menjadi tak kalah dengan restoran-restoran mewah yang kerap kita temukan di mall terkenal.

Kecintaan Bondan kepada masakan tradisional Indonesia juga ditranslasikan melalui bukunya, “Seratus Makanan Tradisional Indonesia Maknyus” yang terbit di tahun 2013. Dalam buku ini, Bondan me-review seratus makanan Indonesia terenak yang pernah dia coba sepanjang petualangan kulinernya. Bondan mengakui, untuk memilih “hanya” seratus menu dari khazanah perkulineran Indonesia yang kaya bukanlah perkara mudah, karena masakan Indonesia, menurutnya, termasuk ke dalam kategori “dangerously delicious”. Membaca buku ini seperti mengingatkan kita untuk kembali mencintai kuliner lokal, karena sejatinya, kuliner Indonesia adalah masterpiece dari tanah yang kaya akan rempah dan citarasa, dua komoditi yang mengundang negara-negara Eropa ke nusantara ratusan tahun lalu.

Terima kasih pak Bondan, atas kontribusi-mu dalam mempopulerkan kearifan lokal Indonesia lewat kuliner. Selamat jalan dan salam maknyos!

Also Read

Bagikan: