Kopi klotok kuliner legendaris jogja pisang gorengnya juara

Gundana

AGTVnews.com – Liburan ke Jogja bingung kulineran dimana? Kamu bisa mencoba kuliner di Warung Kopi Klotok.

Jualannya di atas gunung, lokasi Warung Kopi Klotok Jogja ini berada di area persawahan yang sejuk dan indah.

Alamat Warung Kopi Klotok Jogja berada di Jl. Kaliurang No. KM 16, Area Sawah, Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY.

Semua masakan di Warung Kopi Klotok ini terkenal enak dan murah. Yang beli sampe antre panjang dari berbagai daerah yang ada di Indonesia.

Baca Juga: Mengenal Jangan Lombok, lodeh khas Nganjuk, apakah isiannya penuh cabai ?

Cara memasak di warung ini juga masih tradisional Jawa menggunakan tungku kayu bakar.

Harga seporsinya hanya Rp13,5 ribu dan kamu bebas ambil sendiri sepuasnya dengan menu yang ada.

Ada berbagai pilihan lauk seperti pindang goreng, tempe goreng, telur dadar krispi, dan lain sebagainya.

Selain lauk, kamu juga bisa mengambil sayur sepuasnya mulai dari sayur lodeh, sayur asem, oseng, dan masih banyak lagi.

Baca Juga: Pas buat sarapan, 10 rekomendasi kuliner pagi di Kediri paling murah dan enak

Yang paling favorit dari warung ini yakni telur dadar krispi yang jumbo dan pisang gorengnya yang khas.

Saking larisnya, buah pisang yang belum digoreng ini digantung di atas-atas hingga ratusan sisir.

Dalam sehari, warung ini bisa menjual ratusan sisir dengan harga Rp6.500 per porsi isi dua buah pisang goreng.

Baca Juga: Waktu yang tepat pemberian ekstra fooding untuk Kenari mabung, ikuti tahapan ini agar sempurna

koranmemo.com – Jogja adalah tujuan bagi banyak wisatawan domestik dan asing. Berkunjung ke sini belum lengkap rasanya jika belum mencicipi kelezatan kulinernya.

Mulai dari Gudeg hingga Mangut Lele wajib Anda coba saat berada di Jogja. Tak hanya dua jenis tersebut, masih banyak kuliner lain yang dikenal lezat.

Maka tidak heran jika kota ini hampir tidak pernah sepi dari wisatawan. Penasaran dengan kelezatan kuliner di Yogyakarta? Yuk simak ulasannya di bawah ini.

Baca Juga

3 rekomendasi kuliner mie pedas di Bogor yang wajib kamu…

1. Gudeg Yu Djum

Saat berada di Jogja, belum lengkap rasanya jika tidak mencoba makanan khasnya, yaitu Gudeg. Saking banyaknya penjual makanan ini, Anda mungkin akan bingung memilih gudeg yang direkomendasikan untuk dicoba.

Mungkin mencoba Gudeg Yu Djum, salah satu Gudeg legendaris yang sudah ada sejak 1950.

Cita rasa autentik dan ragam lauk pauknya membuat tempat makan ini nyaris tak pernah sepi pengunjung.

Terletak di Jl. Wijilan No. 167, Panembahan, Kecamatan Kraton, Daerah Istimewa Yogyakarta, Gudeg Yu Djum memiliki beberapa variasi menu seperti Gudeg Besek, Gudeg Kendil dan Gudeg Kaleng. Harganya mulai dari Rp 20.000 hingga Rp 380.000.

2. Kafe Klotok

Kopi klotok menjadi favorit banyak wisatawan yang berkunjung ke Jogja, bahkan jika akhir pekan tiba, Anda harus siap mengantri untuk makan di sini. Karena restoran ini menyajikan menu dan suasana sederhana ala rumahan.

Meskipun demikian, hampir semua menu di sini sangat enak, sesuaikan saja dengan selera masing-masing.

Namun makanan yang wajib dipesan disini adalah pisang gorengnya, hampir semua orang yang pernah mencoba menu ini mengaku kalau rasanya memang juara.

Harga menu-menu di sini juga sangat murah, mulai dari harga Rp 1.500 hingga menu paket Rp 11.500, Anda bisa makan sepuasnya. Sangat murah bukan?

Lokasinya di Jl. Kaliurang No. KM.16, Kawasan Sawah, Pakembinangun, Kec. Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Di sini Anda bisa bersantap dengan pemandangan persawahan yang menyejukkan.

BACA JUGA:   Tempat nongkrong di jogja live music

3. Ikan Lele Mangut Mbah Martos

Olahan Ikan Lele Asap Saus Santan Pedas merupakan masakan khas daerah Jogja dan Jawa Tengah. Jika penasaran dengan rasanya, Anda bisa mencoba Mangut Lele Mbah Marto.

Terletak di Jl. Sewon Indah No.RT.04, Ngireng-ireng, Panggungharjo, Kec. Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Mangut Lele Mbah Marto merupakan salah satu tempat makan legendaris di Jogja yang meski lokasinya sulit ditemukan tidak mengurangi minat pengunjung untuk mencobanya.

Food vlogger ternama seperti Nex Carlos dan Mgdalenaf juga pernah berkunjung dan mencicipi mangut lele di sini.

Lele asap panjang menghasilkan aroma smoky yang membuatnya semakin nikmat.

Harganya mulai dari Rp 25.000 untuk seporsi mangut lele dan mulai Rp 30.000 jika ingin ditambah sayur. Selain itu, lauk pauk lainnya seperti gorengan, garang asem, opor dan tempe bacem juga tersedia di sini. Apakah kamu mau mencoba?

4. Gajah Tengkleng

Meski namanya Tengkleng Gajah bukan berarti menu di sini menggunakan daging gajah. Disebut demikian karena tengkleng daging kambing disajikan di sini dalam porsi besar.

Kambing yang digunakan disini adalah kambing yang masih muda, yang tentunya bisa menikmati rasa dagingnya selagi masih empuk.

Penikmat kuliner pun berlabuh di restoran yang sudah berdiri sejak tahun 2006 ini.

Selain menu utama, hidangan berbahan dasar kambing lainnya seperti nasi goreng, sate, gule, dan tongseng juga ditawarkan di sini. Harga sembako di sini berkisar antara Rp 15.000 hingga Rp 37.000.

Lokasi Tengkleng Gajah berada di Jl. Kaliurang Km.9.3, Gantalan, Minomartani, Kec. Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

5. Soto Bathok Mbah Katro

Jika Anda sedang mencari rekomendasi kuliner Jogja murah lainnya, Soto Bathok Mbah Katro bisa menjadi pilihan.

Menyajikan menu utama berupa sup dalam mangkuk tanah liat kecil, restoran ini juga mengusung konsep restoran sederhana.

Harga soto di sini hanya Rp 5.000 per porsi. Dan jika Anda mencoba tempat makan ini, pastikan Anda memesan tempe goreng juga karena rasanya yang enak dan menambah kenikmatan makan Anda.

Anda juga dapat menemukan lauk pauk untuk menemani soto lainnya, seperti pai dan sate telur puyuh.

Lokasi restoran ini berada di Dusun Sambisari, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ini dia 5 rekomendasi resto yang enak untuk dimasukkan ke dalam bucket list wisata kuliner kamu selama di Jogja. Semoga bermanfaat.***

Pengarang: Greselia Amanda

Source: www.koranmemo.com

Saya sekeluarga suka pisang goreng. Tapi mendapatkan pisang goreng yang enak menurut lidah saya, ternyata tidak mudah. Hingga suatu saat, saya mendapatkan pisang goreng yang enak, yang dijual di dekat Pasar Colombo, Jalan Kaliurang. Kebetulan dulu kami sekeluarga mengontrak rumah di sana.

Bahan pisangnya tentu saja pisang kepok, yang menjual tiga perempuan, dengan bahan bakar arang. Minyaknya nisbi bersih dan kimplah-kimplah, mungkin itu yang membuat pisang goreng di sana terasa sangat istimewa. Istri saya sering takjub dengan keberanian para ibu itu saat mencemplungkan entah itu pisang, tempe, atau sukun ke wajan. Begitu dekat dan seolah tangan mereka tahan panas.

Sayang, beberapa tahun lalu, penjual gorengan tempat pisang goreng paling enak bagi lidah kami, tak bisa saya dapatkan lagi. Mungkin ibu-ibu itu berpindah tempat. Terpaksa, kami mesti berburu pisang goreng lagi.

Istri saya dan Kali, anak saya yang berusia 8 tahun, akhirnya menemukan pisang goreng yang mereka sukai. Tebak di mana? Kopi Klotok. Di Yogya, siapa yang tidak tahu Kopi Klotok? Sebetulnya Kopi Klotok adalah nama warung makan ala kampung, didirikan di tepi sawah, dengan menu makan rumahan zaman dulu. Ada lodeh, sayur jantung pisang, sayur asem, telor dadar, tempe bacem, dan semacam itu.

BACA JUGA:   Gunung merapi purbo lirik

Warung makan ini ngehits di Yogya. Banyak pejabat makan di sana, banyak pemuda-pemudi nongkrong di sana. Kalau ke sana, mesti rela ngantre. Dan salah satu menu andalan di Kopi Klotok adalah pisang gorengnya. Dari sisi harga, sebetulnya tidak terlalu mahal. Tapi yang menjadi masalah, kami tidak mungkin saban saat ingin makan pisang goreng dengan datang ke sebuah warung makan yang jaraknya 9 sampai 10 km dari rumah kami, hanya untuk makan pisang goreng.

Akhirnya, kami memilih berburu di sekitar rumah. Seadanya saja. Toh penganan tidak harus selalu paripurna bagi lidah. Tapi semua berakhir, hingga saya mencicip pisang goreng Pak Gembor.

Sebetulnya saya tahu pisang goreng ini justru ketika saya tidak sedang di Yogya. Beberapa minggu lalu, mertua laki-laki saya meninggal dunia, dan kami sekeluarga berangkat ke Sukabumi dengan diantar sopir sekaligus teman andalan kami, Rusli. Saat kami mau balik dari Sukabumi, ada banyak penjual pisang tanduk madu di pinggir jalan. Saya sempat nyeletuk, “Pisang seperti itu,” ucap saya sambil menunjuk warung-warung yang berjejeran di pinggir jalan, “enak banget kalau dibikin pisang goreng.”

Rusli yang sedang fokus di belakang kemudi, menoleh ke arah yang saya tunjuk. Dia tahu betul, setiap informasi kuliner yang keluar dari mulut saya, adalah sesuatu yang berguna. Lho, benar. Sebagai sopir dengan ceruk konsumen wisatawan, Rusli harus siap merekomendasikan berbagai ragam kuliner, baik yang sudah banyak dikenal orang maupun yang belum. Tentu saja salah satu sumbernya adalah saya. Kali itu, yang terjadi kebalikannya. Rusli mengernyitkan muka sambil bilang, “Mas, kayaknya di dekat rumah Mas Puthut ada deh penjual pisang goreng itu….”

Saya ingat persis tidak menjawab respons Rusli. Saya saat itu capek sekali, dan di pikiran saya, mana mungkin Rusli lebih tahu soal kuliner, apalagi di dekat rumah saya, dibanding saya?

Beberapa hari kemudian, ketika saya sudah sampai Yogya, saya mesti pergi ke Pakem. Sepasang mata saya langsung terpaut dengan kios kecil di pinggir jalan dengan jejeran pisang tanduk madu, bertuliskan: Pisang Goreng Raja Tanduk. Wah, mungkin ini yang dimaksud Rusli.

Saya dan Istri lalu mencoba mencari lewat aplikasi GoFood. Ternyata ada. Nama warung di aplikasi tersebut: Pisang Goreng Raja Tanduk Pak Gembor Jakal, Kaliurang. Jakal yang dimaksud di tulisan tersebut tentu saja Jalan Kaliurang. Setelah pesanan datang, ternyata enak. Sangat pas di lidah saya. Tapi kurang pas di lidah istri saya. Istri saya memang penyuka yang berbahan pisang kepok.

Sorenya, saya membeli langsung. Penjualnya seorang ibu dan anak perempuannya. Saya membeli beberapa bungkus untuk saya bagi-bagikan ke beberapa teman. Penganan enak, bukan hanya untuk diwartakan, tetapi juga untuk dibagikan. Dari kesaksian teman-teman saya, ternyata pisang goreng itu enak bagi lidah mereka.

Suatu malam, saya membeli lagi untuk saya bawakan kepada salah satu sahabat saya di Bantul. Iseng saya unggah di akun Twitter saya. Ternyata, banyak netizen di Yogya yang sepakat bahwa pisang goreng Pak Gambor adalah salah satu yang terenak di Yogya. Sebagian masih tetap mengunggulkan pisang goreng bikinan Kopi Klotok. Kalau itu sih, meminjam istilah anak sekarang, “No debat!”

***

Sore tadi, saya beruntung ketika sedang mengantre membeli pisang goreng raja tanduk Pak Gembor, bertemu dengan pemiliknya. Dia sedang mengantar tundunan pisang di warungnya, yang terletak tak jauh dari rumah saya. Tepatnya, di sebelah utara lampu merah Merapi View, Jalan Kaliurang.

BACA JUGA:   Kuliner tradisional di angkringan yogyakarta di kota cirebon

Fedo, si pemilik bisnis, sempat saya ajak ngobrol sebentar saat mobil bak terbukanya hendak pergi. Di balik kemudinya, dalam waktu yang nisbi pendek, dia berkisah tentang bisnis pisang gorengnya itu.

Pria berusia 39 tahun itu berasal dari Lubuk Linggau, Sumatra Selatan. Dia datang ke Yogya untuk kuliah di salah satu universitas swasta yang cukup terkenal di Yogya. “Tapi saya tidak lulus,” ucapnya sambil tersenyum. Begitu tidak lulus, dia memilih untuk bekerja di Yogya. Karena merasa kurang beruntung, pada tahun 2012, Fedo pergi ke Tenggarong, Kalimantan Timur, sebagai buruh di sebuah perusahaan batu bara. Di situlah dia mengenal kata “Gembor”.

Bahan baku pisang goreng Pak Gembor didatangkan dari Sukabumi. Mojok.co/Puthut EA

Fedo dan kawan-kawannya sesama kuli, sering mengutang di sebuah warung makan. Mereka tidak tahu persis nama ibu si pemilik warung makan, tapi punya sebutan yang seragam: Bu Gembor. “Orangnya cerewet tapi baik,” begitu kenang Fedo.

Tahun 2014, Fedo balik ke Yogya. Dia membuka bisnis pisang aroma, di sekitar UGM. Tapi keberuntungan belum mendatanginya. Hingga sekira dua tahun lalu, dia memutuskan menjual pisang goreng. Ketika saya tanya kenapa memilih pisang berbahan pisang tanduk madu, Fedo memberi jawaban khas seorang pebisnis. “Kalau saya membuat berbahan pisang kepok, di Yogya ini hampir semua pisang goreng berbahan itu. Lalu apa bedanya dengan saya?”

Sebagai orang yang agak tahu soal pisang, saya mencoba bertanya, kenapa pilihannya pisang tanduk madu? Bukan pisang yang lain? Pisang tanduk madu menurut Fedo, punya rasa yang khas. “Pisangnya manis, tapi tidak bikin eneg. Dan pisangnya tahan lama. Baik ketika masih matang (belum diolah) maupun ketika sudah digoreng.”

Saya coba tes lagi, daerah mana penghasil pisang tanduk madu terbanyak? Fedo menjawab dengan tangkas: Lumajang, Sukabumi, dan Lampung. Bukan hanya itu, ia bahkan menambah beberapa informasi yang saya tidak tahu. Seperti jenis-jenis pisang tanduk, berikut karakter mereka. Saya sendiri tahunya hanya satu jenis….

Laki-laki yang selalu mengumbar senyum itu lalu menjelaskan kenapa pisang gorengnya akhirnya diberi nama Pak Gembor. “Untuk mengenang masa susah saya di Tenggarong, dan mengenang kebaikan hati Bu Gembor, maka warung pisang goreng ini saya namakan ‘Pak Gembor’. Saya cuma ganti saja dari Bu menjadi Pak. Karena saya kan laki-laki….”

Dalam waktu yang nisbi singkat, Fedo sudah punya 4 cabang. Selain di Jalan Kaliurang, pisang goreng Pak Gembor juga bisa didapatkan di Jalan Goden, Klebengan (di sekitar GOR Klebengan), dan di Tajem, Maguwoharjo. Omzetnya pun cukup memikat. Sehari bisa menghasilkan 5 juta sampai 7 juta rupiah. Pisang tanduknya didatangkan dari Sukabumi. Di awal merintis bisnisnya, Fedo mengambil sendiri ke Sukabumi. Kini, sudah ada yang mengantarkan langsung ke Yogya sehingga Fedo tak perlu repot-repot nyetir mobil bak terbuka pulang-pergi Yogya-Sukabumi.

Tenaga kerja di warung-warungnya, dikerjakan oleh keluarga dan saudaranya sendiri. Warung yang di Jalan Kaliurang, dijalankan oleh istri dan anaknya. Sedangkan yang di Jalan Godean dan di Tajem, dijalankan oleh saudaranya. Fedo sendiri memegang yang di Klebengan.

Ketika saya mengambil pesanan pisang goreng, Tyas, anak perempuan Fedo bertanya, “Mau dimuat di IG ya, Mas?”

Saya tersenyum dan mengangguk.

BACA JUGA Mencari Kenyang di Baceman Pak Sukro Tepi Kali Progo dan liputan menarik lainnya di rubrik SUSUL.

 

[Sassy_Social_Share]

Terakhir diperbarui pada 5 Maret 2021 oleh Admin

Also Read

Bagikan: