Wisata edukasi gerabah

Gundana

Community of Bojonegoro Student alias komunitas para mahasiswa Bojonegoro menghabiskan masa akhir liburan dengan mengunjungi WEG, Minggu (27/1/2019).

BELUM  punya daftar kota yang harus dikunjungi? Catat saja Bojonegoro dalam daftar. Bukan hanya mencicipi ledre atau melihat sumur minyak tradisional, Coba juga ke desa edukasi dengan membuat gerabah.

Gerabah yang biasanya hanya dilihat saat sudah siap dibeli, sekarang bisa dibuat sendiri. Syaratnya, jangan takut kotor. Ya iyalah, kalau belajar membuat gerabah tentu harus menyentuh tanah liat sebagai bahan utamanya. Jangan khawatir, itu kan bisa dicuci sampai bersih. Berkotor-kotor itu belajar.

Wisata Edukasi Gerabah (WEG) di Desa Rendeng, Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro menjadi desa yang menyenangkan dikunjungi. Penduduknya ramah dan suasana desanya tenang.

Itulah yang dilakukan Community of Bojonegoro Student, komunitas para mahasiswa Bojonegoro. Mereka menghabiskan masa akhir liburan dengan mengunjungi WEG, Minggu (27/1/2019).

Ada banyak yang bisa dilakukan di WEG. Selain berlibur atau menikmati suasana desa, rombongan diajak bermain dan belajar pembuatan gerabah.

Setidaknya ada tiga sesi yang akan dinikmani di WEG. Sesi pertama yaitu pengenalan dari pihak WEG.

Harus kenal dulu apa itu gerabah, mulai dari tanah jenis apa yang bagus dan biasa digunakan untuk membuatnya, cara membuatnya. dan cara mengolah tanah yang baik untuk digunakan membuat gerabah.

Pada sesi berikutnya, semua belajar membuat gerabah. Tidak perlu khawatir jika belum bisa karena akan didampingi guide yang andal dan sabar sampai pengunjung bisa membuat gerabah.

Salah satu anggota Community of Bojonegoro Student, Kriw, antusias mengikuti kunjungan itu. Itu kali pertamanya mengetahui cara membuat gerabah.

“Tempat ini seru. Guide-nya ramah-ramah. Mereka sabar banget mengajari dari awal hingga akhir sampai kita bisa, walaupun saya tetep saja tidak bisa, hehe,” ujar Kriw.

Sesi ketiga adalah sesi mewarnai. Saat itu pengunjung diajak mewarnai gerabah berbentuk celengan cantik dengan berbagai bentuk dan karakter, mulai dari bentuk binatang, alat transportasi, karakter kartun, dan masih banyak lagi. Pengunjung bebas memilih celengan yang ingin diwarnai. Celengan itu yang nantinya akan dibawa pulang.

Supaya bisa menikmati pengalaman seru itu, pengunjung dikenai biaya sekitar Rp 15.000. Cukup ramah di kantong mengingat materi dan pengetahuan menarik serta celengan yang bisa dibawa pulang.

Jika tidak puas dengan membawa pulang celengan, penduduk juga menjual gerabah berbagai bentuk. Harganya mulai Rp 5.000 hingga ratusan ribu rupiah.

Menurut Juni Priyono, Ketua Umum Community of Bojonegoro Student sekaligus ketua pelaksana kunjungan itu, Desa Rendeng benar-benar sangat menyenangkan dan menarik. Ia akan kembali ke sana mengajak anggota komunitas yang lain.

BACA JUGA:   Playground anak yang buka

“Kita bisa belajar banyak hal di tempat ini. Yang pertama, kita bisa tahu cara membuat gerabah. Di tempat ini, teman-teman mahasiswa diajak untuk lebih mengenal bisnis di kawasan pedesaan untuk mendongkrak perekonomian masyarakat. Yang terakhir, kita harus aktif mempromosikan wisata lokal di Kabupaten Bojonegoro,” ujar Juni.

Nurul Lutviyah
Mahasiswa Sastra Inggris
UniversitasTrunojoyo Madura
[email protected]

Indrajatim.com – Bojonegoro: Tak hanya berbelanja dan berburu oleh-oleh, berwisata sambil belajar membuat kerajinan berbahan tanah liat di Wisata Edukasi Gerabah, Desa Rendeng, Bojonegoro dapat menjadi pilihan yang menarik.

Secara administratif, Kabupaten Bojonegoro memiliki 28 kecamatan dan 419 desa. Salah satu di antaranya, Desa Rendeng, Kecamatan Malo. Total keseluruhan luas wilayah Desa Rendeng 52,8 Ha.

Dari pusat kota (Alun-alun Bojonegoro) untuk menuju Desa Rendeng memakan waktu selama 35 menit jika menggunakan roda empat. Jaraknya sekitar 21,6 kilometer.

Potensi Sumber Daya Alam (SDA) melimpah, sebagian wilayahnya yang dikelilingi Sungai Bengawan Solo, menjadikan kondisi tanah yang berada bantaran dan dasar sungai dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lokal Desa Rendeng untuk membuat kerajinan gerabah.

Belum ada sejarah yang dapat menuliskan kapan pertama kali masyarakat Desa Rendeng mulai berprofesi sebagai pengrajin gerabah. Mengutip pada hasil penelitian berjudul “Peran Home Industry Kerajinan Gerabah Dalam Meningkatkan Ekonomi Masyarakat Di Desa Rendeng Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro” oleh Silvia Tri Agustina, dituliskan bahwa usaha gerabah di Desa Rendeng sudah berdiri sejak zaman nenek moyang mereka.

Pandangan tersebut juga dikuatkan oleh salah satu pengrajin bernama Ismail. “Dari dulu sudah ada (pengrajin) mbah-mbah saya katanya juga sudah mulai bikin gerabah. Terus dilanjutkan sama anak-anaknya,” katanya.

Pada mulanya masyarakat Desa Rendeng membuat gerabah hanya untuk keperluan peralatan dapur seperti wajan, tungku, genton, cobek, dan kendi. Lambat laun, guna memenuhi permintaan pasar, masyarakat setempat sudah mulai berinovasi dalam menciptakaan kerajinan tanah liat yang lebih bervariatif, seperti guci, celengan, patung, pot tanaman, dan masih banyak lagi. Tambahan sentuhan cat membuat karya kerajinan semakin terlihat unik dan menarik.

“Karakter-karakter yang kita buat sebenarnya banyak terinspirasi dari permintaan konsumen,” tutur Ismail.

Untuk membuat satu produk kerajinan gerabah, pengrajin membutuhkan waktu selama kurang lebih selama satu minggu. Pertama-pertama, pengrajin harus menyediakan tanah liat yang bersifat lengket, pasir, semen dan air sebagai campuran, cetakan, kayu bakar, serta cat. Kedua, setelah tanah liat dicampur dengan air didiamkan selama 1-2 hari, kemudian digiling supaya teksturnya menjadi tebal. Ketiga, adonan akan dibentuk sesuai dengan cetakannya. Keempat, dilakukan proses pengeringan yang memakan waktu 2-3 hari. Kelima, menuju proses pembakaran dilakukan selama satu hari penuh. Kemudian yang terakhir menuju finishing, gerabah akan dicat sesuai motif dan karakternya.

BACA JUGA:   Pik 2 chinatown tutup jam berapa

Dalam sehari, para pengrajin dapat memproduksi kerajinan gerabah mentah hingga mencapai puluhan biji. Dari cobek, wajan, pot bunga, kendi, pernak-pernik karakter seperti celengan hewan, doraemon, dan sebagainya. Dari data monografi Desa Rendeng, pada tahun 2018 masyarakat yang berprofesi sebagai pengarajin gerabah berjumlah 117 orang.

Kuatnya potensi kerajinan gerabah karya masyarakat Desa Rendeng sehingga dapat berpotensi menunjang perekonomian daerah, menjadikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) membentuk Desa Wisata Edukasi Gerabah pada tahun 2015.

Bertajuk “Wisata Edukasi”, para pengunjung dapat belajar untuk membuat kerajinan gerabah sendiri melalui arahan pengrajin Desa Rendeng. Sebagian besar pengunjung, berasal dari pelajar PAUD, TK, dan SD. Selain belajar, tak lupa, membeli karya kerajinan gerabah sebagai buah tangan khas Bojonegoro.

Para pengrajin Desa Rendeng juga membuka jasa pemesanan produk untuk souvenir. Satu kerajinan dibanderol mulai dari Rp4 ribu hingga Rp10 ribu rupiah per bijinya. Sedangkan untuk dijual, kerajinan yang ditawarkan seharga Rp8 ribu hingga ratusan ribu. Harga-harga tersebut menyesuaikan jenis dan ukuran kerajinan.

Eksistensi kerajinan gerabah tidak hanya terdengar oleh masyarakat sekitar Bojonegoro. Pengrajin sudah mampu memenuhi permintaan konsumen dari luar kota seperti Mojokerto, Surabaya, Tuban, bahkan hingga Yogyakarta.

Menurut penuturan Ismail, para pengrajin di Desa Rendeng juga bekerja sama dengan pengrajin di Yogyakarta, terutama terkait pemenuhan produk dan material. “Kita juga suka saling melengkapi produk dan material. Misalnya dari Yogya mengirim produknya ke kita, begitupun sebaliknya,” jelasnya.

Sebagai informasi, Desa Wisata Kasongan berada di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga terkenal dengan penghasil kerajinan gerabah.

Desa Wisata Gerabah yang berada di Desa Rendeng Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro turut menunjang perekonomian daerah melalui UMKM (Usaha Mikro Kecil Mengenah). [INA]

Blitar

Para perajin gerabah di Desa Plumpungrejo, Kecamatan Kademangan, Blitar punya cara tersendiri dalam meningkatkan profit bisnisnya. Tidak hanya menyajikan berbagai produk khas kerajinan gerabah, mereka juga membuka pusat wisata edukasi Kampung Gerabah.

Muhammad Burhanudin salah satu penggerak kerajinan gerabah mengatakan keberadaan wisata edukasi tersebut bahkan terkenal hingga mancanegara. Menurutnya, banyak wisatawan dari luar negeri tertarik mempelajari cara pembuatan kerajinan dari tanah liat ini.

“Wisata edukasi di sini banyak didatangi turis asing juga seperti mahasiswa, pernah dari Amerika, ada juga India, mereka tertarik puter-puter (tanah liat),” ujar Burhan kepada detikcom beberapa waktu lalu saat Jelajah UMKM di Blitar.

BACA JUGA:   Wisata edukasi alam

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bahkan, kata Burhan, sebelum Indonesia diterpa pandemi pada 2020 lalu, ada sekitar lima kelompok kunjungan wisatawan yang dijadwalkan untuk mengunjungi Kampung Gerabah ini. Dua dari lima kelompok wisatawan tersebut berasal dari Kanada dan Jepang, dan harus rela balik lagi ke negara asalnya.

“Sebetulnya sebelum pandemi ini ada 5 kunjungan karena kita kerja sama dengan Biro Pariwisata dan instansi pendidikan. Jadi kalau sedang ada mahasiswa asing (di Blitar) biasanya dibawa ke sini seperti dari Jepang, Kanada kemarin sudah di bandara tapi nggak jadi ke sini karena tidak boleh,” jelasnya.

Lebih lanjut, Burhan menuturkan selain didatangi para wisatawan mancanegara, wisata edukasi gerabah miliknya juga kerap didatangi para pelajar dan warga lokal di Indonesia. Tercatat, dari luar kota seperti Malang, Bali hingga Papua pernah mengunjungi Kampung Gerabah ini.

“Di wisata edukasi gerabah ini, saya bikin tiga paket. Paket pertama itu edukasi dan mewarnai souvenir. Paket kedua yaitu edukasi dan membuat gerabah dan paket ketiga mulai edukasi, membuat gerabah sampai finishing mewarnai,” terangnya.

“Paket pertama itu melihat proses dari awal sampai akhir dan di akhir mewarnai gerabahnya berupa celengan, tempat pensil, vas bunga biasanya untuk anak-anak SD dan PAUD. Selain itu, kedua dan ketiga sebetulnya sama dan bedanya ada belajar membuat langsung biasanya anak SD ke atas hingga mahasiswa,” jelasnya.

Adapun rentang harga yang ditawarkan dalam paket wisata edukasinya ini mulai dari Rp 15.000-Rp 20.000 per orang. Biasanya untuk satu kelompok sebelum pandemi dia kerap menerima tamu lebih dari 50-100 orang. Omzet yang dihasilkan dari wisata edukasi ini pun cukup menggiurkan.

“Kalau ada wisata edukasi itu biasanya dapat keuntungannya sekitar Rp 25-30 juta per bulan, kalau rame bisa sampai Rp 40 juta per bulan,” pungkasnya.

Sebagai informasi, dalam mengembangkan usaha hasil turun temurun dari keluarganya ini, Burhan mengaku terbantu dengan adanya bantuan permodalan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank BRI sebesar Rp 50 juta hingga naik menjadi Rp 250 juta. Modal tersebut ia gunakan untuk pengembangan tempat produksi.

detikcom bersama BRI mengadakan program Jelajah UMKM ke beberapa wilayah di Indonesia yang mengulas berbagai aspek kehidupan warga dan membaca potensi di daerah. Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, ikuti terus beritanya di detik.com/tag/jelajahumkmbri

Simak Video “

Gerabah Blitar Warisan Majapahit


[Gambas:Video 20detik]
(akn/ddn)

Also Read

Bagikan: